Senin, 16 April 2018

Dilema Penerbangan Nasional

Poker Online Indonesia - Penerbangan nasional sekarang menghadapi banyak dilema serius yang mesti langsung ditangani dengan metode yang komprehensif dan menyeluruh. Sulit penerbangan nasional mesti benar-benar diatasi secara setara, sebab penerbangan di negeri ini tidaklah cuma terdiri dari penerbangan sipil komersial belaka. Banyak penerbangan lainnya yang berkait dengan kepentingan negara. Antara lain kesibukan operasi penerbangan yang berkait persoaalan Pertahanan Kemanan Negara. Sekadar teladan simpel saja yaitu seperti yang dimuat di alat penunjuk arah.com sebagian waktu yang lalu, sebagai berikut ini : "Keadaan utama di Soekarno-Hatta yaitu over capacity (melampaui kapasitas). Sebab keadaan kini itu, Terminal 1 dan 2 dibangun dan beroperasi dari tahun 1987. Dengan desain penumpang per tahun 18 juta orang, ditambah Terminal 3 yang kapasitasnya 4 juta orang, jadi idealnya penumpang per tahun 22 juta orang. Kini, jumlah penumpang per tahun telah mendekati angka 60 juta orang," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Institusi Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, Rabu (22/7/2015). Baca juga : YLKI: Bandar Soekarno-Hatta Over Capacity, Bandar Baru Wajib Dipertimbangkan Sudaryatmo menerangkan, ketika keadaan normal, jumlah penumpang di Bandar Soekarno-Hatta dipastikan telah melebihi kapasitas terminal, apalagi dikala penumpang ramai, seperti ketika hari raya Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Seperti kita kenal bersama kemudian, solusi yang dijalankan untuk hal di atas yaitu dengan memindahkan kelebihan slot penerbangan ke Pangkalan Landasan Halim dengan judul “Optimalisasi Tidak Halim”. Namun cuma sekadar memindahkan kelebihan di Cengkareng, yang terjadi justru penambahan slot penerbangan di Halim sehingga terus meningkat dari hari ke hari.

Pada permulaan pemindahan sudah disepakati untuk mengaplikasikan Pangkalan Landasan Halim sebagai sarana penerbangan sipil komersial dengan menyelenggarakan 70 slot penerbangan tiap harinya. Dapat apa yang terjadi yaitu sungguh diluar dugaan, sebab terbukti banyak sekali penumpang yang lebih memilih berangkat dan datang di Halim diperbandingkan bersusah payah ke Cengkareng. Sebab itu, slot penerbangan bahkan terus bertambah dengan pertimbangan profit sesaat secara komersial belaka. Konon akhir-akhir ini ini slot penerbangan sipil komersial di Halim telah menempuh lebih dari 120 slot penerbangan tiap harinya dan berada dalam perencanaan untuk menambah lagi slot penerbangan yang telah antre dalam “waiting list” di Halim. Gambaran dibayangkan bagaimana beritanya para member Angkatan Landasan yang ber home-base di Tidak Halim. Mereka terdiri dari sebagian skadron angkut taktis, angkut strategis dan skadron VIP untuk mengerjakan kesibukan penerbangan hariannya (terbang latihan dan terbang operasi) di wilayah Pangkalan Landasan yang cuma mempunyai 1 saja Runway dengan tanpa dilengkapi Taxi-way plus ruang parkir pesawat yang betul-betul sempit dan telah diterapkan oleh penerbangan sipil komersial dengan lebih dari 120 slot penerbangan dalam sehari. Tersisih di rumah sendiri Airport hal yang demikian memberikan kesan, walau belum tentu benar, bahwa yang tengah diutamakan sekarang hanyalah penerbangan sipil komersial belaka. Lalu siapa yang memikirkan nasib Angkatan Landasan di Tidak Halim? Kemana mereka mesti “curhat”? Angkatan Landasan sebagai komponen utuh dari jajaran Angkatan Perang dipastikan tak akan komplain kepada apa saja yang diputuskan oleh atasan. Manuver head arrow (kepala panah) dari Jupiter Aerobatic Team pada peringatan HUT ke-71 TNI AU, 9 April 2017, di Tidak Halim Perdanakusuma, Jakarta.(KODRAT SANTOSO) Sebagai Prajurit yang Sapta Margais dan berhaluan terhadap Sumpah Prajurit, karenanya bagi Angkatan Landasan (telah digambarkan selama puluhan tahun dalam menghadapi dilema seperti ini) apa saja yang dihadapi, mereka konsisten akan mencari jalan keluar sendiri dalam menghadapi kebijakan yang sudah diputuskan di tingkat nasional. terang posisi mereka sekarang memang tengah “tersisih” di rumahnya sendiri, dan aku percaya, sebagai prajurit sejati mereka tak akan pernah mengeluh atau memberi tahu keluhan apa saja kepada kesemua yang tengah mereka hadapi ini. Tanpa bermaksud untuk mendramatisasi kondisi dan keadaan ini, karenanya mungkin kita perlu menolong mencarikan solusi yang lebih “sehat” dari keadaan dunia penerbangan yang tengah kita hadapi bersama ini. Untuk disadari kita segala, mengelola penerbangan yaitu sesuatu yang tak gampang. Mengelola penerbangan yaitu sesuatu yang membutuhkan koordinasi antar kementrian dan lembaga berkaitan. Mengelola penerbangan yaitu sesuatu yang mesti taat azas, tata tertib, undang-undang yang tak cuma bersifat “dalam negeri” akan namun juga kaidah-kaidah internasional. Mengelola penerbangan yaitu sesuatu yang betul-betul berkait tak cuma melulu soal profit finansial, akan namun jauh lebih penting yaitu berkait dengan penyelenggaraan dari cara kerja manajemen pertahanan keamanan negara. Mengelola penerbangan yaitu juga menyangkut terhadap kecakapan menjaga standar “international civil aviation safety standard” yang terkait seketika dengan martabat negara. Tanggung jawab paling prinsip dalam situasi sulit ini yaitu pengelolaan penerbangan sipil dan militer tak boleh saling mengganggu satu dengan lainnya. Sebab di sinilah sebetulnya tanggung jawab pembuat kebijakan jikalau nantinya terjadi hal-hal yang betul-betul tak kita inginkan terjadi. Sayap kiri pesawat Boeing 737-800 Batik Air yang bertabrakan dengan pesawat ATR42-600 TransNusa di Bandar Halim Perdanakusuma Jakarta, Senin (4/4/2016).(istimewa/twitter) hal kecelakaan, akan menjadi susah untuk dilacak siapa yang mesti bertanggung jawab. pula jikalau terjadi hal yang terkait dengan ancaman pertahanan keamanan negara, siapa yang mesti dimintai tanggung jawabnya. hal-hal seperti ini telah menjadi kajian yang cukup dalam oleh pemerintah Indonesia di tahun 1950an, lebih dari 65 tahun yang lalu. Lembaran Negara No 751, terdapat Pemerintah No 5 Tahun 1955 perihal Dewan Penerbangan yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia. betul-betul menarik yaitu apa yang dicantumkan dalam Penjelasan PP No 5 tahun 1955 perihal Dewan Penerbangan hal yang demikian. penjelasan awam tertera antara lain sebagai berikut : kondisi kini dirasa perlu sekali untuk mengkoordinir politik penerbangan sipil dan politik penerbangan militer, yang kedua-duanya tak terlepas dari politik dan ekonomi negara. Rasanya tak bisa dipertahankan lagi, kondisi dimana politik penerbangan (bagus sipil ataupun militer) melulu dijalankan oleh salah satu Kementrian (Kementrian Perhubungan atau Kementrian Pertahanan), sedangkan kondisi itu didasarkan atas Undang-undang Penerbangan yang kini masih berlaku. Untuk menempuh potensi udara yang total, perlu koordinasi antara penerbangan militer, penerbangan sipil, industri pesawat dan lain industri yang bersangkutan, industri bahan pelopor dan kekuatan yang terlatih. Dewan Penerbangan bertugas menciptakan koordinasi soal-soal penerbangan sipil dan militer yang memiliki relasi betul-betul erat satu sama lain, dimana soal-soal militer dan sipil sukar dipisahkan, serta memberi nasihat terhadap Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan perihal soal-soal penerbangan pada lazimnya. Dengan tegas diucapkan di sini, soal-soal penerbangan sipil dan militer yang memiliki relasi betul-betul erat satu sama lain yang mesti dikkoordinasikan. Maksudnya, untuk menghindarkan salah pengertian, bahwa instansi penerbangan satunya bisa ikut serta mencampuri soal-soal penerbangan yang khusus termasuk dalam kompetensi instansi penerbangan yang lain atau sebaliknya. Bayangkan, rangkuman-rangkuman hal yang demikian di atas yaitu yaitu pemikiran yang telah ditelaah dalam-dalam pada problem yang dihadapi negara pada waktu itu. Waktu itu dunia penerbangan masih betul-betul simpel dan lalulintas udara masih betul-betul “sepi”. Lalu kenapa sesudah lebih kurang 70 tahun sesudah itu kita justru berhadapan dengan problem besar dunia penerbangan yang yaitu “hasil” dari abainya kita mengerjakan antisipasi atas hal yang sudah dipikirkan sebagai sesuatu yang akan terjadi. kita memang berani jujur dalam dilema ini, kiranya tak ada solusi apa bahkan yang akan bisa menjadi “drug of choice” dilema penerbangan kita kini ini, kecuali menyusun langsung sebuah lembaga yang sejenis dengan “Dewan Penerbangan” seperti hasil dari buah pikir ditahun 1950an hal yang demikian. Sebagai insan dirgantara aku malu dan ikut serta bertanggung jawab serta memohon maaf yang sebesar-besarnya untuk segala yang telah terlanjur terjadi seperti ini.

Dilema Penerbangan Nasional

Poker Online Indonesia - Penerbangan nasional sekarang menghadapi banyak dilema serius yang mesti langsung ditangani dengan metode yang kom...